Berawal dari kisruh pemutusan hubungan kerja, Presdir Aqua dituduh telah menggelapkan hak mantan seorang direksi Aqua.
Masih ingat dengan Gilbert Bui? Ia adalah warga negara Perancis yang pernah menggugat PT Tirta Investama (Aqua) dan Danone Asia PTE Ltd. di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, setahun silam.
Setelah gugatannya di PHI kandas,
Gilbert yang pernah menjabat sebagai Direktur Keamanan Aqua, tetap
menempuh berbagai upaya untuk memperjuangkan haknya. Mulai dari
korespodensi dengan pihak Kedubes Perancis di Jakarta hingga mengadukan
dugaan adanya praktik diskriminasi dan pelanggaran HAM oleh Aqua ke
Komnas HAM.
Belakangan, Gilbert pun menempuh jalur pidana dengan melaporkan Pascal De Petrini, mantan Presiden Direktur (Presdir) dan Bernard Ducros,
Presdir Aqua ke Polda Metro Jaya, pekan lalu. Tidak tanggung-tanggung,
Gilbert menuduh kedua pejabat Aqua itu telah melakukan tindak pidana
penggelapan dalam jabatan.
Arifin
Harahap, kuasa hukum Gilbert, menyatakan, upaya melapor secara pidana
terpaksa dilakukan lantaran Aqua tidak kunjung memperhatikan nasib
Gilbert. Sejak Januari 2006, nasib Gilbert berada dalam kondisi
memprihatinkan, baik secara ekonomi maupun kesehatannya. Makin
diperparah dengan tindakan intimidasi yang dilakukan pihak Aqua, Arifin
membeberkan.
Secara matematis, berdasarkan penghitungan yang dibuat Gilbert, para petinggi Aqua itu diduga telah menilep
hak Gilbert hingga sebesar 308 ribu Euro atau sekitar Rp4,18 milyar.
Kami menggunakan Pasal 372 dan atau 374 KUHP untuk menjerat terlapor, tambahnya.
Arifin
juga mengaku bersimpati dengan kondisi Gilbert saat ini. Betapa tidak,
meskipun berkewarganegaraan asing, Gilbert seharusnya tetap dipandang
sebagai manusia yang memiliki dan harus dilindungi hak asasinya oleh
pemerintah Indonesia.
Dihubungi
terpisah, Effendi Sinaga, kuasa hukum Aqua mengaku menyesalkan tindakan
Gilbert. Menurut Effendi, baik Gilbert maupun kuasa hukumnya sudah
salah kaprah dalam memandang masalah ini.
Apa
yang digelapkan oleh Aqua? cetus Effendi. Ia berpendapat, dalam konteks
tindak pidana penggelapan, seharusnya sudah diketahui terlebih dahulu
status kepemilikan objek yang menjadi sengketa. Effendi berdalih, jika
yang menjadi objek adalah gaji, maka dipastikan tidak ada penggelapan.
Karena
Aqua sudah membayarkan semua gaji yang bersangkutan, ungkapnya.
Demikian juga halnya jika yang dimaksud Gilbert adalah uang pesangon.
Karena belum ada putusan PHI yang menyatakan dia berhak atas pesangon,
jadi atas dasar apa dia menuduh sudah ada penggelapan? tegasnya.
Lagi
pula, lanjut Effendi, Gilbert tidak berhak atas uang pesangon. Mengacu
pada UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja asing di
Indonesia harus dipekerjakan dengan status Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) alias sistem kontrak. Sementara pekerja dengan sitem
kontrak tidak berhak atas pesangon, ujarnya.
Bisa Diberlakukan
Sebelumnya,
Effendi menceritakan bahwa gugatan Gilbert di PHI dimentahkan hakim.
Pasalnya, hakim merasa tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa dan
mengadili perkara ini.
Menurut
hakim, kata Effendi, otoritas hukum di Singapura yang lebih berwenang.
Karena kontrak kerja antara Gilbert dan Danone dibuat dan tunduk pada
hukum sana (Singapura, red). Di dalam kontrak juga disebutkan bahwa
ketika ada sengketa, hukum Singapura yang akan dipakai, tuturnya.
Arifin
berpendapat lain. Meskpun hanya berdasarkan kontrak secara lisan dengan
Aqua, status hubungan kerja Gilbert dengan Aqua harus tunduk pada
ketentuan UU Ketenagakerjaan. Semua pekerja, baik WNI maupun WNA, berhak dan wajib memperoleh kontrak kerja Indonesia dalam bahasa Indonesia, kilahnya.
Pernyataan
Arifin diamini Aloysius Uwiyono. Pengajar Hukum Ketenagakerjaan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini berpendapat, hukum Indonesia
bisa digunakan oleh Gilbert. Ketika ada tenaga kerja asing yang terikat
kontrak yang tunduk dengan sistem hukum luar negeri, namun dalam
prakteknya bekerja di Indonesia, maka hukum Indonesia lah yang
diberlakukan. Semua pihak, baik pekerja maupun pemberi kerja harus
tunduk pada ketentuan itu, urainya.
Sebagai
contoh, lanjut Aloysius, status tenaga kerja asing secara otomatis akan
didemosi ketika bekerja di Indonesia menjadi karyawan tidak tetap.
Meskipun awalnya si tenaga asing itu berstatus karyawan tetap dalam
kontraknya dengan perusahaan asing di luar Indonesia, imbuhnya. Hal
tersebut juga berlaku ketika terjadi sengketa, dimana hukum Indonesia
harus dikedepankan untuk memecah kebuntuan.
Tanpa hak
Pada
kesempatan yang sama, Effendi menceritakan bahwa sebelumnya pihak Aqua
sudah terlebih dulu melaporkan Gilbert ke kepolisian. Kami laporkan
karena Gilbert masih menempati rumah dinas fasilitas milik Aqua. Padahal
sudah hampir dua tahun dia tidak punya hak menempatinya, kata Effendi.
Seorang sumber Hukumonline
membenarkan pernyataan Effendi. Namun, lanjutnya, keputusan Gilbert
untuk bertahan di rumah itu bukan tanpa alasan. Ketidakmampuan Gilbert
secara ekonomi untuk menyewa tempat lain adalah salah satu alasannya.
Sementara di sisi lain, Gilbert merasa tidak berani untuk kembali ke
negara asalnya. Gilbert takut kalau pulang ke Perancis akan dijerat
dengan kejahatan penggelapan pajak, karena kabarnya Aqua tidak pernah
membayarkan pajaknya ke Perancis.
Effendi
dengan tegas menolak tuduhan itu. Menurutnya, Aqua secara rutin
membayarkan pajak penghasilan Gilbert ke instansi yang berwenang di
Indonesia. Selain itu, kami juga sudah pernah menawarkan biaya
pemulangan ke negara asal. Namun dia tolak. Dia lebih memilih
bersengketa di PHI, tuturnya.
Seperti
pernah diberitakan, Gilbert adalah warga negara Perancis yang memiliki
kontrak kerja dengan Danone Asia di Singapura. Oleh Danone Asia, Gilbert
ditempatkan di Aqua. Namun sejak Juni 2006, Danone tidak memperpanjang
kontrak Gilbert. Merasa hanya sebagai penampung, Aqua manut dengan
keputusan Danone.
Sebelum
ke PHI, perkara ini pernah dibahas di tingkat Disnakertrans Jakarta
Timur. Dalam anjurannya, Disnakertrans menyatakan bahwa Gilbert masih
menjadi karyawan Aqua dan masih berhak atas gaji dan fasilitas hingga
semua pihak menyetujui status PHK Gilbert. Saat ini, pemeriksaan perkara
di tingkat kasasi masih berjalan.
www.hukumonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar